Luarrr Biasaaaaa….!!! Ternyata disebuah desa terpencil yang jauh dari akses kehidupan kota terdapat lahan usaha masyarakat berskala internasional dengan omzet milyaran rupiah. Setidaknya hal inilah yang hinggap dibenak penulis saat menyambangi langsung lokasi tambak udang milik Muhaji Tumin, salah seorang petani tambak didesa Ujungmanik, kec. Kawunganten, kab. Cilacap, Jawa Tengah. Berawal dari upaya coba-coba membudidayakan udang windu (tepus) hingga kemudian beralih pada budidaya Udang Vannamei, kini usaha tersebut semakin berkembang seiring prospek keuntungannya yang begitu menjanjikan.
Kawasan laguna Segara Anakan yang begitu luas berada disela-sela antara pulau Jawa dan pulau Nusakambangan sampai sekarang belum begitu dimanfaatkan secara maksimal, terlihat hanyalah hamparan hutan mangrove yang semakin lama semakin menyempit. Hal inilah yang menarik perhatian masyarakat disekitar kawasan tersebut untuk memanfaatkan lahan melalui usaha-usaha kerakyatan berupa usaha budidaya perikanan. Dengan mengantongi hak guna pakai dari PT.Perhutani para petani tambak di desa Ujungmanik mulai membangun tambak dengan cara sederhana dan hingga sekarang tercatat sudah sekitar 10 hektar lahan yang telah berhasil difungsikan. Pemda Cilacap melalui Dinas Kelautan pun tidak tinggal diam, secara rutin mereka memberikan penyuluhan dan pemantauan kepada para petani tambak dengan melakukan survey langsung kelokasi sehingga usaha itupun semakin berkembang. Salah seorang petani tambak mengatakan “Perhatian pemerintah sebenarnya cukup baik mereka sering hadir di tambak saya, pengetahuan yang saya miliki tentang cara budidaya Udang Vannamei juga saya dapatkan dari mereka”.
Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) dipilih oleh petani tambak di desa Ujungmanik untuk dibudidayakan karena memiliki banyak kelebihan. Berdasarkan pengalaman ternyata hasil panen udang Vannamei memiliki tonase/hasil timbang lebih berat jika dibandingkan dengan Udang Windu ataupun jenis udang lainnya, selain itu meningkatnya permintaan pasar menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka. Memang benar, Udang Vannamei adalah sejenis udang budidaya yang memiliki berat badan tinggi, cepat beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berubah-ubah, daya tahan terhadap penyakit relatif lebih kebal, hidupnya lebih aktif bergerak melayang sehingga menghemat ruang (Udang Windu lebih sering hidup didasar). Meskipun hingga sekarang budidaya Udang Vannamei masih dilakukan secara tradisional namun hasil yang didapatkan tidaklah mengecewakan.
Muhaji Tumin petani tambak dari desa Ujungmanik yang sekarang mengelola 6 lokasi tambak udang menuturkan, untuk menuai keberhasilan dalam budidaya udang Vannamei harus memperhatikan bagaimana pengelolaan lahan tambak yang baik, asupan pakan yang sesuai, pemeliharaan dan perawatan yang intensif, serta metode pemanenan yang tepat untuk menjaga udang dan lahan tambak tetap dalam kondisi terbaik demi budidaya pada musim-musim selanjutnya. Dikatakan bahwa pada media tambak yang ia buat masing-masing dengan ukuran 100 x 100 m2 kini mampu dalam satu tahun membudidayakan 2 kali. Berikut ini cerita tentang pengalaman membudidayakan udang Vannamei yang dilakukan selama ini;
PERSIAPAN; Setelah area lahan dibuat terlebih dahulu dilakukan pengeringan jangan lupa melakukan pengerukan lumpur, sembari melakukan perlakuan ini sekaligus dilakukan pembersihan hama hewan liar misalnya Yuyu atau lainnya secara manual. Pada setiap sisi tambak diberikan Jaring untuk menghalangi masuknya hewan liar dalam tanah, baru-baru ini juga sedang diuji cobakan dengan menggunakan Terpal dengan harapan sekaligus untuk mencegah kebocoran air. Menjelang penebaran benih udang, sekitar 15 hari sebelum penebaran dilakukan pengapuran untuk menjaga kadar keasaman tanah (stabil pada pH 7 – 8) dengan memberikan 1,5 ton/ha kapur dolomite dan selanjutnya tambak diisi dengan air setinggi 10 cm. Pemberian Kaporit (1 kg/ha) dan Samponen (1 kwtl/ha) untuk mematikan bibit-bibit hewan liar yang dimungkinkan akan menjadi hama/penyakit bagi udang, setelah itu didiamkan selama sehari barulah diisi air kembali hingga kedalaman 80 – 100 cm. Selanjutnya perendaman tambak dilakukan 7 – 10 hari bertujuan untuk memicu pertumbuhan plankton air yang nantinya sebagai pakan alami bagi udang, agar plankton lebih cepat tumbuh dapat dilakukan perangsangan dengan memberikan pupuk organik.
PENEBARAN BENIH; Setelah plankton tumbuh secara alami, benur (benih udang) jenis PL 8 – PL 10 (usia benur dari hari penetasan) ditebar dengan kepadatan 80 – 100 ekor/m2. Jika penebaran dilakukan pada musim-musim kritis (penghujan) dilakukan penebaran dengan tingkat kepadatan lebih kecil, hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kerugian. Perlu diperhatikan; “Semakin Tinggi Kepadatan Benih maka Semakin Tinggi Pula Resiko Penyakit dan Kematian Udang”. Penaburan benur dilakukan dengan cara; benur dimasukkan dalam tambak bersama-sama dengan kantong/plastik-nya yang masih tertutup hingga sekitar 30 menit sampai muncul embun pada kantong/plastik tersebut, kemudian kantong/plastik dibuka dan dibiarkan sekitar 1 jam lamanya untuk penyesuaian suhu. Barulah setelah itu benur bersama airnya dituangkan kedalam tambak. Penebaran benih harus mempertimbangkan waktu yang tepat terutama pada saat cuaca panas-hujan tidak berubah secara drastis karena akan berpengaruh pada Salinitas (kadar garam), Suhu dan Keasaman (pH) air tambak sebagai media hidup udang. Karena alasan itulah setiap tahunnya petani tambak di Ujungmanik biasa memulai penebaran benih pada masa budidaya pertama sekitar bulan Februari-Maret dan masa budidaya kedua pada bulan Agustus-September.
PERAWATAN; Selain pakan alami plankton, pemberian pakan buatan juga harus dilakukan dengan intensitas pemberian 4 – 5 kali sehari pada pagi, siang, sore dan malam hari. Pakan tambahan yang diberikan berupa Pur khusus untuk udang yang diberikan 1,5 kg tiap 1 kg udang, selanjutnya diberikan meningkat dengan takaran sesuai usia dan perkiraan bobot udang. Jika dibandingkan dengan udang jenis lain Udang Vannamei memiliki daya tahan yang lebih baik, meski begitu tidak berarti tidak ada kendala pembudidayaan baik itu berupa hama/penyakit maupun kondisi lainnya yang menjadi penghalang. Faktor iklim sangat berpengaruh pada kehidupan Udang Vannamei. Berdasarkan pengalaman ternyata kondisi hujan yang ekstrim (lebat dan terus menerus) tanpa diimbangi sinar matahari yang cukup akan berdampak banyak udang yang mengambang kemudian mati, begitu pula sebaliknya pada kondisi terik matahari yang terlalu panas terus menerus. Untuk itu, disamping bertujuan agar air selalu bergerak perlu dipersiapkan Kincir/Kipas buatan yang berfungsi untuk menetralisir perubahan suhu air yang drastis karena perubahan cuaca tersebut (Red; Kincir/kipas harus menjangkau pada keseluruhan air tambak). Bila terjadi udang diare/mencret karena kondisi suhu rendah (biasanya udang mengambang mengeluarkan cairan berwarna putih) maka diberikan Vitamin-C dengan intensitas pemberian 2 kali sehari pagi dan sore. Selama pembudidayaan ketinggian air tetap dijaga pada kisaran 80 – 100 cm, pergantian air dilakukan dengan ketentuan sebelum udang berusia 60 hari hanya dilakukan penambahan sesuai berkurangnya air yang disebabkan karena penguapan/peresapan namun setelah usia udang lebih dari 60 hari pergantian air dilakukan dengan pengurangan sekitar 10% kemudian ditingkatkan secara bertahap hingga 20-30% sampai dengan masa panen. Penting diperhatikan, janganlah memasukkan air dimalam hari (maksimal jam 17.00) karena masuknya penyakit lewat air lebih banyak pada malam hari misalnya Kutu Air. Penanggulangan kutu air dapat dilakukan dengan cara pencahayaan menggunakan senter hingga kutu air berkumpul kemudian dibuang secara manual dengan menggunakan serokan atau lainnya. Hal lainnya yang penting adalah mengenai hama/penyakit yang bisa saja terjadi, salah satunya adalah penyakit yang menyebabkan kematian udang yang diawali dengan terdapatnya bintik-bintik putih diseluruh badan udang. Meski pernah suatu saat didatangi mahasiswa yang mengadakan penelitian tentang penyakit ini, namun hingga kini belum juga ditemukan solusi penanggulangannya.
PEMANENAN; Pemanenan dilakukan setelah udang berusia 100-110 hari dari penebaran. Cara pemanenan dilakukan bertahap dengan cara tradisional menggunakan Jala Lempar dan pemasangan Jaring pada pintu air sambil dilakukan pengurangan air secara perlahan, hal ini dilakukan dengan harapan kondisi udang tetap terjaga dan tidak terjadi molting (pengelupasan kulit) hingga selesai pemanenan. Rata-rata udang yang dihasilkan antara Size-50/52 (Red; dalam 1 kg terdapat 50/52 ekor udang) terjual dengan harga tertinggi mencapai Rp. 107.000,00 namun pernah juga mendapatkan harga jual terendah hanya Rp. 50.000,00 saja. Fluktuasi harga ini tidak dipengaruhi oleh sesama petani tambak di Indonesia namun dipengaruhi oleh kondisi pembudidayaan udang yang dilakukan di negara lain khususnya di negara India, Banglades dan Vietnam. Karena obyek pasar sama (Red; Jepang) maka jika masa panen udang di Indonesia bersamaan dengan masa panen dinegara-negara tersebut akan secara otomatis harga jual menurun drastis, untuk itu diperlukan informasi yang akurat dan kontinyu berhubungan dengan masa budidaya (disinilah peran tekhnologi informasi dibutuhkan). Saat ini penjualan hasil panen udang dari tambak-tambak yang ada di desa Ujungmanik dilakukan melalui jalinan kerjasama dengan PT. Toxindo Prima Cilacap yakni salah satu perusahaan ekspor perikanan terkemuka tujuan Jepang sebagai negara tujuan marketingnya.
ANALISIS KEUNTUNGAN; Keberhasilan budidaya udang Vannamei sangat tergantung pada hasil panen dengan harga jual seperti yang diharapkan, untuk itu waktu pemanenan harus mempertimbangkan waktu yang tepat saat harga jual tinggi. Besarnya keuntungan akan dipengaruhi oleh ketepatan penghitungan biaya produksi dan keberhasilan budidaya, selain itu dipengaruhi pula nilai tukar rupiah pada saat itu. Namun demikian, dapat kita analisis perolehan tiap lahan jika dalam satu area tambak berukuran 10.000 m2 ditanam benih udang sebanyak 800.000 ekor udang, dengan asumsi 10% kematian maka setelah panen didapatkan 720.000 ekor udang siap jual dimana bila digolongkan pada Size-50 maka akan didapatkan 14.400 kg udang. Jika harga jual tiap kg sebesar Rp. 80.000,00 maka hasil penjualan total akan diterima Rp. 1.152.000.000,00. Selanjutnya kita hitung biaya produksi, jika pembuatan tambak menghabiskan dana Rp. 200.000.000,00 sedangkan kebutuhan biaya pembelian benih, pakan tambahan, perawatan hingga pemanenan diasumsikan dengan penghitungan global tiap kg udang hasil panen sebanyak Rp. 35.000,00 sehingga terhitung total Rp. 504.000.000,00 maka akan didapatkan keuntungan bersih sebanyak Rp. 648.000.000,00. Analisis tersebut untuk perhitungan 1 lahan tambak, padahal dalam hal ini ada 6 tambak yang dikelola berarti total keuntungan yang didapatkan sekali panen sebesar Rp. 3.888.000.000,00. (ck…ck…ck…fantastisss…?!!)
Potensi keberhasilan ini tentunya tidak akan ada artinya tanpa memiliki keberanian dan ketekunan berusaha seperti yang ditunjukkan oleh Muhaji Tumin petani tambak Ujungmanik yang tengah meniti usaha budidaya Udang Vannamei ini. Analisis keuntungan diatas pun tidak selalu tetap memenuhi penghitungan baik pada penghitungan tiap lahan maupun penghitungan total seluruh lahan, berbagai kendala dan kegagalan mungkin saja dialami meskipun penyebab terbesar karena faktor manusianya itu sendiri. Namun setidaknya, bukti keberhasilan telah terlihat jelas dengan meningkatnya ekonomi keluarga dan berbagai hikmah bagi lingkungan masyarakat sekitar yang secara tidak langsung telah dirasakan. Dengan adanya tambak udang ini selain menyediakan peluang tenaga kerja bagi masyarakat, ternyata juga telah mampu secara mandiri membangun jalan perkampungan hingga kini telah beraspal keseluruhan dan yang sedang dijalani sekarang adalah dengan dibangunnya jaringan listrik masuk kearea tambak yang memang lokasinya cukup jauh dari perkampungan penduduk. Terlepas dari itu semua, potensi sumber daya alam yang begitu luas dikawasan laguna Segara Anakan yang belum dimanfaatkan dengan maksimal hendaknya mendapat perhatian khusus dari pemerintah hingga nantinya dapat lebih bermanfaat untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dan yang penting lagi adalah sebagai salah satu sumber devisa negara. Tentunya dengan senantiasa tetap berjalan pada koridor keseimbangan ekosistem serta dampak yang mungkin ditimbulkan akibat kegiatan eksploitasi alam yang berlebihan. Semoga Bermanfaat. (pwu)