Jagung(Zea mays) memiliki potensi pasar yang menjanjikan akhir-akhir ini, sebagai komoditi sumber pangan alternatif jagung merupakan penyedia karbohidrat tertinggi setelah padi. Daya tarik ini memancing minat para petani ladang untuk membudidayakan tanaman jagung. Tanaman Jagung membutuhkan lahan pertanian yang mendukung, diantaranya media tumbuh yang terbuka, lembab dan cukup memiliki kandungan air. Selain itu tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik dan berkualitas terutama pada daerah yang beriklim sejuk dengan ketinggian sampai 3.000 meter diatas permukaan laut. Derajat keasaman tanah juga berpengaruh dalam pertumbuhan jagung, derajat keasaman tanah dipengaruhi oleh banyaknya kandungan unsur kimia dalam tanah serta kadar air dalam tanah tersebut. Sedangkan tanah yang kering berkapur dengan kadar air yang sedikit akan lebih bersifat basa. Tanaman jagung sebenarnya mampu beradaptasi pada lingkungan dengan derajat keasaman antara 5,5 sampai 7, intensitas cahaya yang banyak dan cukup sangat dibutuhkan terutama untuk kebutuhan berfotosintesis dan berproduksi hingga terbentuk bunga yang nantinya akan menghasilkan buah. Suhu yang paling baik untuk pertumbuhan jagung adalah antara 21-30 derajat celcius. Sedangkan untuk proses perkecambahan jagung yang paling tepat antara suhu 21-27 derajat celcius.

Materi Singkat “Keunggulan Bisi-18”

Awal musim penghujan tahun ini menggugah para petani ladang didesa Ujungmanik, Kawunganten, Cilacap untuk memulai penanaman lahan pertanian. Pangsa pasar yang menjanjikan menarik perhatian mayoritas petani didesa Ujungmanik yang selama ini masih menggunakan pola tanam tradisional. Para petani ladang didesa Ujungmanik sebenarnya sudah mengenal jika untuk membudidayakan Jagung dapat dilakukan dengan Multikultur (penanaman bersamaan dengan tanaman lain) ataupun Monokultur (penanaman satu jenis secara bergantian), namun karena kurangnya pengetahuan rata-rata petani tersebut hanya menanam dengan prinsip “Asal Tumbuh” tanpa memperhatikan sisi kualitas ataupun kuantitas hasil yang nantinya akan didapatkan. Pemilihan biji dan perawatan tanaman yang tepat adalah prasyarat lain yang medukung suksesnya hasil panen.

Simulasi Penyemprotan Hama Tanaman

Baru-baru ini Paguyuban Petani Ladang desa Ujungmanik dikenalkan dengan varietas terbaru bibit jagung hybrida hasil produksi dari PT.Bisi International Tbk yang diberi nama Bisi-18. Dengan menggandeng produsen obat pembasmi hama/penyakit tanaman dari PT. Bayer Indonesia dilakukan pengenalan bibit dan simulasi perawatan tanaman. Koordinator kegiatan Rusman menyampaikan jika keunggulan bibit jagung Bisi-18 sudah dibuktikan didesa lain tepatnya didesa Mentasan, Kawunganten, Cilacap dengan mampu memproduksi jagung dari bibit Bisi-18 rata-rata dari tiap 1 kg bibit dapat menghasilkan hingga 7 kwintal jagung siap jual dengan masa tanam selama 100-105 hari, hal ini dibenarkan oleh salah satu petani, Dislam yang sudah menyempatkan diri melihat secara langsung kelokasi tersebut.

Bibit jagung Bisi-18 yang dikemas dalam kantong berukuran tiap-tiap 1 kg dan berisi hingga ± 2.200 butir biji jagung dijual dengan harga cukup terjangkau yakni Rp. 70.000,00 tiap kantongnya (tentunya akan berbeda jika berada ditoko pertanian). Menurut Wahyu (Sales Promotor PT.Bisi), berbeda dengan varietas Bisi sebelumnya yang menghasilkan 2 tongkol dalam 1 tanaman, untuk varietas Bisi-18 hanya menghasilkan 1 tongkol namun memiliki volume lebih besar jika dibandingkan dengan yang bertongkol 2. Biji jagung super hibrida Bisi-18 lebih berbobot dengan warna biji yang mengkilat oranye kekuningan. Berat per 1.000 bijinya (kadar air 15%) mencapai ± 303 gram. Dalam satu tongkol  , rata-rata berat bijinya mencapai 223 gram. Sementara berat tongkolnya sendiri rata-rata 242 gram. Dengan melihat perbandingan berat biji per tongkol dengan berat tongkolnya seperti itu, maka bisa dihitung bahwa jagung ini memiliki ukuran janggel yang kecil. Hal menarik yang didapatkan petani adalah pengetahuan berbeda dengan yang selama ini telah dilakukan, bahwa untuk hasil yang baik hendaknya tidak menggunakan bibit tanaman jagung yang tidak diambil dari bibit turunan (hasil buah yang ditanam kembali), namun tetap menggunakan bibit yang baru karena bibit yang baru tentunya sudah melalui pemilihan dan imunisasi bibit. Selain itu, bila terjadi kematian bibit hendaknya tidak perlu ditanam bibit baru (ditanjangi) lagi karena proses penyerbukan jagung adalah penyerbukan silang dengan tanaman jagung lainnya sehingga waktu berbunga dari jagung haruslah bersamaan agar penyerbukan bisa sempurna menghasilkan buah. Diterangkan selanjutnya bahwa jarak tanaman Jagung yang baik berjarak 20 cm x 70 cm dengan hanya menanam 1 biji saja disetiap lobang tanam. Sedangkan menurut Wawan (Sales Promotor PT.Bayer), hama/penyakit tanaman masing-masing lahan itu tidaklah sama meskipun jenis tanamannya sama, sehingga petani harus pandai memilih obat pemberantas hama/penyakit yang tepat. Dimaksud hama tanaman jika penyebabnya terlihat dan efek yang ditimbulkannya juga terlihat, sedangkan penyakit tanaman jika penyebanya tidak terlihat namun tiba-tiba terlihat jelas dampak yang ditimbulkannya. Untuk pemberantasan hama/penyakit yang efektif haruslah jelas penyebabnya sehingga dapat dengan tepat apakah akan menggunakan obat Sistemik (jenis obat yang disemprotkan pada daun) ataukan menggunakan obat Kontak (jenis obat yang langsung disemprotkan pada hama biasanya berupa hewan). Jenis-jenis hama/penyakit tanaman jagung diantaranya Ulat daun Lalat bibit, Ulat agrotis, Penggerek daun, Penggerek batang, Ulat tongkol, Penyakit Bulai Jagung dan sebagainya.

Sebelum ditanam bibit jagung diberikan imunisasi dan proteksi (pencegahan) agar bila tumbuh nanti dapat kebal terhadap penyakit terutama penyakit bulai jagung. Caranya dengan melumuri bibit jagung terlebih dahulu sebelum ditanam menggunakan perpaduan Gaucho (insektisida) dan Consento (Fungisid). Untuk pengendalian gulma tanaman dapat dilakukan dengan menyemprotkan Adengo (Herbisida) yang bekerja selektif apabila menggunakan takaran yang tepat. Cara mudah menghitung takaran penyemprotan yang tepat dengan melihat ketentuan penggunaan yang biasanya terdapat pada bungkus/botol obat tersebut. Sebagai contoh jika tertulis 300 ml / 1 ha maka digunakan rumus penghitungan (Luas Lahan : 10.000) x 300 ml, atau dapat pula dengan bantuan media gelas dan ember yang disesuaikan dengan volume tangki semprot sehingga didapatkan volume semprotan yang merata diseluruh lahan.

Usaha yang dilakukan para petani ladang didesa Ujungmanik ini perlu terus ditingkatkan, terutama dalam hal perubahan pola tanam yang selama ini masih dilakukan dengan cara tradisional hingga nantinya sedikit demi sedikit berkembang menggunakan pola tanam yang lebih modern, efisien dan berkualitas. Peran pemerintah setempat dalam hal pemberian stimulant / bantuan dalam bentuk ilmu pengetahuan maupun lainnya juga sangat dibutuhkan agar target yang hendak dicapai segera dapat terwujud. Tentunya hal ini akan berujung pada upaya untuk hasil yang lebih maksimal dan makin meningkatnya ekonomi masyarakat. (pwu)

Cytotec (Misoprostol) for Medical Abortion: A Critical Review

Cytotec, the brand name for misoprostol, is a synthetic prostaglandin E1 analog primarily known for its use in preventing and treating gastric ulcers. However, its off-label use in inducing medical abortion has gained significant attention, particularly in regions with limited access to safe and legal abortion services. This review critically examines the efficacy, safety, and ethical considerations surrounding the use of Cytotec for medical abortion. Efficacy and Dosage: Misoprostol’s efficacy in inducing abortion is dependent on several factors, including gestational age, dosage, and route of administration. Studies have shown varying success rates, with higher effectiveness observed in earlier pregnancies. Generally, the efficacy is highest during the first trimester (up to 9 weeks gestation). Beyond this period, the success rate diminishes significantly, and the procedure becomes more complex and potentially risky. Common regimens involve oral or buccal administration of multiple doses, often in conjunction with other medications, such as mifepristone, for enhanced effectiveness. However, the absence of standardized protocols and variations in dosage across different regions contribute to the inconsistent success rates reported in literature. Furthermore, the lack of readily available, accurate gestational age assessment in many settings contributes to variability in outcome cara menggugurkan kandungan. Safety and Side Effects: While generally considered relatively safe, the use of Cytotec for inducing abortion is associated with potential side effects, varying in severity. The most commonly reported side effects are gastrointestinal in nature, including nausea, vomiting, diarrhea, and abdominal cramping. These effects are often intense, but generally self-limiting. More serious complications, although less frequent, include heavy bleeding, uterine perforation, incomplete abortion requiring surgical intervention, and infection. The risk of these complications increases with gestational age and with the presence of underlying medical conditions. The potential for incomplete abortion necessitates access to follow-up care, including ultrasound evaluation and potential surgical intervention to remove any remaining pregnancy tissue. A lack of access to timely and appropriate medical attention post-abortion significantly increases the risk of complications. Comparison with other methods: Compared to surgical abortion, medical abortion using misoprostol, particularly in combination with mifepristone, offers several advantages. It is generally less invasive and can be performed in a less clinical setting, potentially reducing the stigma and logistical barriers associated with accessing abortion services. However, the success rate of misoprostol alone is lower than that of a mifepristone-misoprostol combination, highlighting the importance of appropriate medication regimens. Furthermore, the uncertainty regarding the exact gestational age and potential complications necessitates close medical supervision, especially in cases managed without the support of a healthcare professional. Ethical Considerations: The use of Cytotec for medical abortion raises several ethical concerns. The off-label use of a drug approved for other indications raises questions about informed consent, as patients may not be fully aware of the potential risks and limitations associated with this application. Moreover, the lack of standardized protocols and the variability in access to medical care following the procedure create an ethically challenging scenario, particularly in regions with restrictive abortion laws. The potential for incomplete abortions necessitates access to follow-up care and the ability to manage complications effectively, which may not be universally available. The potential misuse of the drug also raises concerns about the safety and well-being of individuals attempting self-managed abortions without proper medical guidance. Regulatory and Access Issues: The availability and accessibility of Cytotec vary greatly across different geographical locations. In some countries, its use for abortion is explicitly prohibited, while in others, it is regulated but accessible through healthcare providers. In regions with restrictive abortion laws, the unregulated use of Cytotec presents significant health risks, as individuals may resort to self-medication without proper guidance or access to emergency medical care. This unregulated use contributes to the higher incidence of complications and underscores the need for comprehensive sexual and reproductive health services that include safe and legal abortion options. Conclusion: Cytotec (misoprostol) has proven effective in inducing medical abortion, particularly in early pregnancy. However, its use is associated with potential side effects and complications, highlighting the need for thorough patient education, access to appropriate medical care, and accurate gestational age assessment before, during and after the procedure. The ethical and regulatory aspects surrounding its off-label use require careful consideration, especially concerning patient safety, informed consent, and access to comprehensive post-abortion care. Ultimately, ensuring access to safe and legal abortion services remains crucial in promoting women’s health and reducing maternal mortality. The reliance on Cytotec for medical abortion should be viewed as a temporary measure in areas lacking comprehensive reproductive healthcare, emphasizing the need for broader access to comprehensive sexual and reproductive health services.

Cara Menggugurkan Kandungan

Jenis Obat Aborsi

Cytotec Obat Penggugur Kandungan

Obat Penggugur Kandungan

Cytotec Misoprostol

Bagikan Berita